Analog atau Digital? Semua Tergantung Selera

Pemutar audio analog kejayaannya telah kembali lagi selama dekade terakhir. Beberapa pujian mungkin mengarah pada tren hipster yang sangat menyukai barang-barang retro, pun para pecinta musik sering mengklaim bahwa mendengarkan rekaman album secara analog terdengar lebih baik daripada musik digital. Dari fenomena yang sedang tren sekarang, akhirnya banyak orang yang kembali mencari album-album lawas dan juga pemutar musik analog seperti walkman dan turntable. Banyak yang mengatakan bila mendengarkan album-album lama dengan pemutar analog terasa seperti perjalanan waktu. Nah, seiring dengan kembalinya tren pemutar analog, timbullah perdebatan di antara mereka sendiri. Ada yang mengklaim bahwa vinyl terdengar lebih baik, ada juga yang berpikir sebaliknya. Yang seharusnya terjadi adalah, cukup nikmati saja album-album kesayangan kalian, Tanpa perlu berdebat siapa yang paling benar.

Bisa dibilang pergeseran minat dari analog ke digital itu terjadi saat teknologi seperti pemutar MP3 muncul ke permukaan. Kemudian disusul dengan hadirnya perangkat seluler yang dapat menjalankan banyak fungsi ini dan banyak lagi. Nah bila di atas tadi muncul perdebatan antar sesama pecinta pemutar musik analog, jauh sebelum itu juga muncul perdebatan antar pecinta analog dan pecinta digital. Ini sih jangan ditanya, sampai sekarang malah suka ribut. Si pecinta Musik digital ini mengklaim bahwa tidak ada penurunan kualitas suara saat mendengarkan MP3, dan menurut mereka pembuatan dan pengangkutan media analog hanya membuang-buang sumber daya.

Kemudian dari perdebatan itu, timbul sebuah pertanyaan, apakah benar-benar mungkin bahwa rekaman secara inheren membuat suara yang lebih penuh? Untuk memiliki harapan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita harus memulai dengan sesuatu yang lebih mendasar: Apa itu suara? Semua suara hanyalah getaran di udara. Kalian mungkin pernah melihat suara divisualisasikan sebagai grafik. Bentuk visual ini disebut gelombang suara, dan ini menunjukkan seberapa terkompresi udara pada titik tertentu dari waktu ke waktu. Udara yang terganggu oleh beberapa sumber kebisingan disalurkan melalui saluran telinga ke selaput tipis yang disebut gendang telinga. Udara yang bergetar menyebabkan gendang telinga memantul bolak-balik dengan pola yang sama seperti gangguan di udara, dan pola ini dikirim ke otak untuk diartikan sebagai suara. Itu dia artinya.

Musik analog mewakili gelombang suara aktual dan terus menerus yang dihasilkan oleh artis dan peralatan mereka (dalam banyak kasus, terkadang rekaman didasarkan pada rekaman digital yang diubah kembali ke format analog), direkam pada vinyl sebagai alur melalui stempel logam atau pada kaset sebagai magnet. Setiap kali rekaman atau kaset dimainkan, maka akan ada lecet pada fisiknya karena gesekan, keausan. Seiring waktu, kualitas suara akan menurun. Selain itu, kualitas suara pada umumnya terdengar lebih baik di awal perputaran dari vinyl dibandingkan di akhir, karena lingkar yang lebih kecil dapat memengaruhi kemampuan jarum perekam untuk mengikuti alur dengan akurasi 100%. Dan bagi mereka yang tumbuh di tahun 1970-an, faktor “crackle and pop” dari rekaman – belum lagi pepatah yang melompati atau mengulang beberapa detik musik yang sama berulang kali – bisa sangat mengganggu.

“Musik digital adalah SALINAN musik analog dan bukan rekaman berkelanjutan.”

Musik digital adalah SALINAN musik analog dan bukan rekaman berkelanjutan. Sebaliknya, suara ditangkap menggunakan sampel (umumnya beberapa ribu kali per detik). Misalnya, CD biasanya diambil sampelnya pada kecepatan sekitar 44,1 kHz, yang berarti lebih dari 44.000 kali per detik, tetapi tingkat pengambilan sampel dapat berjalan lebih tinggi. Musik direkam dalam potongan-potongan informasi; CD biasanya akan menampilkan musik 16-bit, dan seperti pengambilan sampel, lebih banyak bit dapat digunakan untuk kualitas yang lebih baik. Kecepatan bit (jumlah data yang diputar per detik) juga menjadi faktor penting; CD sering diputar pada 128 Kbps, tetapi kecepatan ini juga dapat meningkat. Ada juga faktor kompresi; mengecilkan file musik agar sesuai dengan media yang dimaksudkan, yang dapat memengaruhi pemutaran. Namun, jenis kompresi yang disebut “lossless” dimaksudkan untuk mengatasi masalah ini.

Intinya, ada banyak variabel yang berperan dalam hal musik digital (ketepatan dan frekuensi juga merupakan bagian dari persamaan ini), faktanya musik digital biasanya merupakan konversi musik analog dan beberapa kehilangan kualitas dapat terjadi jika ini dilakukan dengan cara yang buruk atau pengambilan sampel, bit, dan bit rate lebih rendah. Satu fakta yang sangat penting adalah rekaman vinil akan berisi lebih banyak data musik daripada MP3. Namun, rekaman digital dapat diputar berulang-ulang tanpa penurunan kualitas.

Elemen lain yang dapat memengaruhi pengalaman mendengarkan musik dengan kualitas yang ada yaitu lingkungan tempat kalian mendengarkan (di sebuah kendaraan dengan jendela terbuka akan sangat berbeda dari ruang tamu yang tenang) rekaman yang sedang diputar. Contohnya bila kita mendengarkan sebuah sesi talkshow mungkin akan terdengar sama baik di format analog ataupun digital, tetapi belum tentu dengan sebuah rekaman musik metal yang mungkin terdengar lebih baik dalam format analog – atau setidaknya, dapat menumbuhkan persepsi tentangnya. Persepsi memainkan peran yang sangat besar di sini.

Pada akhirnya, meskipun fakta mungkin menunjukkan kualitas suara analog yang lebih tinggi (tergantung pada keadaan), premisnya sebagian besar tetap subjektif. Apakah mendengarkan rekaman digital lagu-lagu dari band metal benar-benar akan berdampak buruk pada pengalaman kalian dan malah membuat kalian merindukan pemutar analog? Saya tidak bisa menjawabnya – hanya kalian yang bisa. Pada akhirnya, bila kalian sangat menyukai suatu Musisi, terus dukung mereka. Dengan cara membeli merchandise, rilisan fisik, tonton konten mereka di YouTube, dengarkan musik mereka di layanan musik dalam jaringan. Paket lengkap bukan?