Jalan Panjang Zine di Berbagai Kancah

Sebagian besar definisi zine mencakup fakta bahwa zine bersirkulasi kecil, diterbitkan sendiri, dan seringkali murah atau gratis. Secara umum hal itu memang benar adanya, meskipun ini lebih kepada sebuah pedoman ketimbang aturan. Aspek terpenting dari sebuah zine umumnya adalah bahwa publikasi tersebut diidentifikasikan sebagai satu. Banyak pembuat zine akan mengatakan zine adalah tentang komunitas sebagai produk, dan mengidentifikasi zine dengan membedakannya dari komik, jurnal sastra, situs web, dan jenis publikasi independen lainnya.

Zine pertama kali muncul di tahun 1930, ketika itu Science Correspondence Club di Chicago adalah pelopornya. Rilisan pertama mereka diberi nama “The Comet”, dan kemudian zine tersebut mulai tren dan menyebar luas. Bisa dibilang, zine pertama yang memuat perihal fiksi ilmiah tersebut memiliki umur berjangka panjang. Lalu, zine perihal fantasi sci-fi dimulai pada tahun 1943, namanya adalah Fantasy Commentator dan berjalan dalam berbagai iterasi (meskipun tidak terus menerus) hingga tahun 2004. Salah satu bagian yang diserialkan dalam Fantasy Commentator akhirnya menjadi buku Sam Moskowitz tentang sejarah sci-fi fandom, judulnya adalah “The Immortal Storm”.

“Freaks, nerds, peasants and those who are isolated from the environment are the characters of the people who usually make zines in America. They celebrate their invisible life into a form that is so obvious in front of people through their zines.” – Stephen Duncombe –

Keterkaitan antara zine dan sci-fi tercermin dalam penghargaan Hugo di World Science Fiction Convention (Worldcon) untuk Fanzine Terbaik, yang pertama kali diberlakukan pada tahun 1955 dan masih ada hingga saat ini. (Seperti yang ditunjukkan oleh nama penghargaan tersebut, zine pada awalnya disebut fanzine, mengacu pada penggemar yang membuatnya. Akhirnya, fanzine hanya disingkat menjadi zine, dan topiknya diperluas hingga mencakup hampir semua hal.)

Hubungan antara zine dan sci-fi semakin dalam setelah tahun 1967, ketika fanzine Star Trek pertama, “Spockanalia”, diproduksi. Judul tersebut ternyata mendapat banyak perhatian, dan edisi kedua termasuk surat-surat oleh anggota pertunjukan, termasuk penulis D.C. Fontana dan aktor James Doohan, DeForest Kelley, dan Leonard Nimoy. (Semua aktor menulis karakter mereka masing-masing.) Pada tahun 1968, Star Trek dilaporkan akan dibatalkan setelah dua musim mengudara, tetapi karena adanya kampanye penulisan surat — sebagian diatur melalui fanzine — yang menghasilkan lebih dari 160.000 pernyataan, akhirnya Star Trek kembali tayang selama satu tahun berikutnya.

Inovasi teknologi tahun 70-an membuat zine lebih mudah untuk dibuat dari yang pernah ada sebelumnya. Secara khusus, munculnya mesin fotokopi memungkinkan pembuat zine menghasilkan karya mereka dengan murah dan cepat. (Sebelumnya, zine telah diproduksi menggunakan stensil, yang mendorong tinta melalui stensil untuk membuat banyak cetakan, tetapi prosesnya tidak praktis untuk produksi skala besar.) Steve Samiof, salah satu orang di balik zine punk populer yang berjudul “Slash”, mengatakan kepada Dazed in di dalam sebuah wawancara, bahwa toko fotokopi tahun 70-an “sangat murah — Anda dapat membayar di bawah $ 800 untuk 5.000 eksemplar dan itu akan menjadi biaya pencetakan sebenarnya.”

“Munculnya mesin fotokopi memungkinkan pembuat zine menghasilkan karya mereka dengan murah dan cepat.”

Pada tahun 70-an dan 80-an, pusat utama budaya zine juga masuk ke dalam kancah punk di London, LA, dan New York. Dibandingkan dengan sci-fi zine sebelumnya, punk zine memiliki estetika DIY yang lebih grungier yang mencerminkan subjek yang dibahas. “Slash” dan zine populer lainnya seperti “Sniffin ’Glue” yang berbasis di Inggris meliput band-band punk seperti The Clash, The Ramones, dan Joy Division. Edisi pertama dari zine tersebut diterbitkan pada tahun 1976, menampilkan wawancara dengan Lou Reed.

Saat ini fungsi dan bentuk zine lebih beragam dari yang ada sebelumnya. Maraknya perkembangan internet telah membantu membuat biaya produksi menjadi hampir nol, dan zine online seperti “Plasma Dolphin”, “Pop Culture Puke”, “Cry Baby”, dan “Cherry” telah mempertemukan banyak seniman muda untuk berkolaborasi. Namun, zine juga tetap dijual secara langsung melalui pameran zine maupun online melalui Etsy dan Big Cartel. Internet juga mempermudah pembuat zine untuk terhubung dan menemukan komunitas di mana pun lokasinya.

“Kegunaan zine sebagai dokumen sejarah kini mulai diakui. Banyak universitas memiliki koleksi zine sendiri dan ada juga banyak perpustakaan zine independen baik di Amerika maupun di seluruh dunia.”

Meskipun zine di masa lalu dibentuk oleh tema-tema utama sci-fi, musik punk, dan gerakan riot grrrl, tapi yang menarik adalah selalu ada zine di dalam berbagai topik. Saat ini, keberagaman itu tercermin dalam publikasi seperti Home Zine, yang mengundang seniman untuk mengeksplorasi konsep merasa di rumah; Filmme Fatales, yang mengeksplorasi feminisme dalam film; dan Tweet Father — kumpulan cuitan pendek nan lucu dari berbagai tweet pilihan dari ayah di kehidupan nyata. Bahkan ada zine tentang tanaman apa yang terbaik untuk menarik lebah dan penyerbuk lainnya. Faktanya, ada seluruh majalah yang didedikasikan untuk meliput zine dan budaya zine. (Pada 1980-an dan awal 1990-an, Factsheet Five, sebuah zine, melakukan fungsi serupa.)

Kegunaan zine sebagai dokumen sejarah kini mulai diakui. Banyak universitas memiliki koleksi zine sendiri dan ada juga banyak perpustakaan zine independen baik di Amerika maupun di seluruh dunia. Lebih mudah dari sebelumnya untuk mempelajari zine secara langsung. Namun, cara terbaik untuk belajar dan terlibat dalam komunitas sama seperti biasanya: mulai membaca dan kemudian mulai berkreasi. Lalu bila ada yang bertanya soal zine musik tertua yang pernah ada, mungkin jawabannya adalah Maximum Rock n Roll (MRR) -walaupun ini adalah zine perihal punk. Dalam terbitannya, zine ini tentu saja banyak membahas perihal musik punk/hardcore dari berbagai tempat. Kenapa bisa menjalankan zine dengan banyak cakupan informasi pada saat dulu? Jawabannya karena banyaknya kontributor yang diajak bergabung untuk menjadi bagian dari MRR.

Di Indonesia sendiri, perkembangan zine bisa dilihat di sekitar tahun 1995. Geliatnya terlihat di Bandung pada waktu itu, dimulai dari zine bernama Revograms yang berisikan info-info seputar musik underground. Kemudian berlanjut di tahun 1996 dengan hadirnya Brainwashed zine di Jakarta yang di edisi awalnya, mereka merilis zine yang berisikan 24 halaman, dan rilis dalam 7 terbitan dan kemudian dibuatkan bentuk majalah pro dengan sampul berwarna. Menariknya, zine ini membahas secara khusus perihal band metal/hardcore baik itu lokal maupun interlokal. Hingga kini di Indonesia, zine tetap hidup di berbagai komunitas dan kolektif. Hajat hidupnya terus berkembang seiring perkembangan waktu dan juga permasalahan yang ada di negeri ini. Festival untuk merayakan zine pun juga rajin digelar di tiap tahunnya. Baik itu di kota-kota besar, ataupun kecil.