Terhitung sudah setahun lebih kita semua berada di dalam situasi yang tidak menentu, abu-abu, serba jenuh dan keliru. Untungnya, masih ada konser virtual yang diadakan dengan penampil dan gimmick yang variatif dan musisi-musisi favorite pun masih memberikan tanda-tanda progress untuk karya terbaru. Tentu hal-hal tersebut menjadi pelipur lara yang patut disyukuri. Membahas soal rilisan (EP, single, album) yang makin beragam, dari Makassar, ada yang tengah mencuri perhatian kami. Mereka adalah trio Redit, Reza, dan Fandy yang tergabung dalam Risingroad.
Band ini terbilang unik. Bagaimana tidak, awalnya nama ‘Risingroad’ ini berangkat dari nama brand clothing yang mengangkat kultur motor custom dan musik. Dua unsur yang paling lezat dijadikan tema besar untuk brand pakaian. “Semua ini bermula tahun 2017 pas event tribute to Motörhead. Jadi kita cover lagu-lagunya. Tapi disitu kita belum ada nama band padahal ini lagi seminggu gig sudah mau mulai. Sambil latihan, semua pusing pikir apa bagus nama band. Saya pikir, nama brand kemarin itu cocok (Risingroad). Kenapa? Karena konsepnya kemarin brand itu secara design motor-motoran jadi cocok ji lah dengan musik yang dimainkan. Akhirnya semua sepakat dengan nama Risingroad.” Tutur Redit sambil tertawa-tawa kecil.
Jika ditarik lagi ke awal perkenalan tiga orang ini, Redit dan Fandy adalah teman dekat sedari masa SMA. Sedangkan Reza masuk tahun 2019, mengganti posisi drummer terdahulu, untuk fokus menggarap album. Terbukti, setahun berselang, trio yang terinspirasi dari Disfear, Wolfbrigade, dan Power Trip ini berhasil memuntahkan EP dengan tajuk ‘Bara Regenerasi’ dan ‘Evershit Reality’ yang merupakan single terbaru mereka. Risingroad terbilang sukses mengeksekusi musik yang kasar masuk ke telinga tanpa permisi, sedikit menarik tali gas, namun tetap terdengar berat dan nikmat didengarkan berulang. Mari ke EP ‘Bara Regenerasi’ yang dibuka dengan lagu ‘Api Belantara’. Sebagai lagu pertama yang menyapa, band ini tidak segan mengacungkan jari tengah lalu membakar adrenaline membabi buta. Panas!
Kemudian ada ‘Sejarah Perbudakan’. Lagu ini repetitif, namun diselamatkan dengan dinamika permainan drum yang energik menghantam. Berlanjut lagi dengan ‘Hell Brigade’ yang benar-benar sedap jika didengarkan langsung ketika lagi moshing. Menghantam dan cukup menawarkan energi bagi yang letih kupingnya. Berbeda dengan ‘Bara Regenerasi’, lagu ini justru dibuka perlahan tapi tidak sepelan itu. Hanya memberi sedikit ruang untuk bernafas, dan kembali menarik gas dengan memberi ruang bagi gitaris dan drummer untuk sedikit bermain-main. EP ini ditutup dengan ‘Burn Down’. Nampaknya trio ini benar-benar gemar untuk ugal-ugalan. Lagu terakhir ini nyaris tidak menyisakan spasi untuk beristirahat. Padat, berenergi, nyaris monoton.
Menyimak ‘Evershit Reality’, single dengan tumpukan tengkorak yang membentuk huruf ‘U’ dengan latar putih. Saya terpikir akan sedikit menggelitik jika judulnya ‘Uvershit Reality’. Agak garing sih jokenya. Maaf ya. Single ini agak sedikit melegakan karena tidak seperti lima lagu dalam EP ‘Bara Regenerasi’. Risingroad sepertinya sudah nyaman bermain dengan dinamika dan bernafas.